"Meditasi, yang populer asal China pun sebenarnya ada juga pada kultur tradisional kita, namanya patrap, semedi atau tapa. Mungkin saja itu karena pengaruh dari ajaran Hindu, Buddha, dan lain-lain yang dahulu memang dianut mayoritas masyarakat kita di masa lalu, dan juga di China." ujarnya.
Meski terdapat banyak persamaan, namun Tomy mengakui bahwa keduanya juga memiliki perbedaan mencolok yang berkaitan erat dengan akar budaya masing-masing dan setempat.
Kultur berbeda tentu memiliki pendekatan yang berbeda. Kaidah Jawa yang memang telah berakar hingga ratusan tahun lalu tersebut kuat dibumbui hal mistik atau berbasis insting, sehingga kadang sulit dijabarkan dari sisi ilmiah modern.
"Dukun Jawa di masa lalu sangat mungkin mengobati pasien berdasarkan intuisi yang didapat dari olah batin, namun tidak dapat dijelaskan kaidahnya secara struktural, kita menyebutnya ilmu titen," ujar Tomy.
Kultur Jawa mengadopsi komunikasi batin antara subjek dan objek, sehingga mantra dan doa menjadi kesatuan dalam proses pengobatan Jawa, hal ini kurang menjadi fokus utama di TCM, jelasnya.
Tomy pun mencontohkan kearifan lokal yang selama ini sudah banyak dikenal masyarakat Indonesia. "Di kita ada penyakit yang namanya kualat, ini khas di budaya kita, dan jika seseorang kualat maka energinya akan melemah sehingga lebih mudah terserang penyakit."