Dalam kondisi normal, lebih dari seperempat kargo peti kemas global melintasi Laut Merah. Barang tersebut termasuk pakaian jadi, peralatan rumah tangga, suku cadang mobil, bahan kimia, dan produk pertanian seperti kopi.
Awal bulan ini, pelabuhan Eilat meminta pemerintah untuk memberikan bantuan keuangan karena pelabuhan tersebut tidak aktif sejak Tel Aviv melancarkan perang terbarunya di Gaza pada Oktober tahun lalu.
Pada bulan Desember, Golber mengatakan bahwa terjadi penurunan operasi sebesar 85% sejak Angkatan Bersenjata Yaman yang dikomandoi Houthi memulai serangan terhadap kapal-kapal yang terkait dengan Israel dan sekutunya di Laut Merah.
"Pelabuhan Eilat mungkin perlu memberhentikan sementara karyawannya jika situasi terus berlanjut," tambahnya.
Sementara itu, menurut Jerusalem Post, pelabuhan Ashdod dan Haifa di Mediterania juga bersiap menghadapi kemungkinan eskalasi dari Utara dengan adanya ancaman dari sekutu Hamas di Lebanon, Hizbullah. Kedua pelabuhan tersebut berada dalam jangkauan rudal milisi itu.
Pimpinan Otoritas Pelabuhan Ashdod, Shaul Schneider, memperingatkan bahwa jika front utara dibuka dengan Hizbullah, semua pelabuhan Israel akan tidak beroperasi kecuali Ashdod, karena eskalasi di utara dan penutupan Pelabuhan Eilat.
"Ashdod adalah satu-satunya pelabuhan pemerintah, dan mencatat bahwa Israel sebenarnya adalah 'negara kepulauan', dengan 99% barangnya tiba melalui laut," kata Schneider dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Israel Maariv.