Suhad dan ribuan orang lainnya terpaksa berjalan kaki beberapa kilometer karena minimnya transportasi. Dia terpaksa tidur di tempat terbuka bersama anak-anaknya.
"Dunia berharap kami melakukan apa? Haruskah kami berterima kasih kepada mereka atas sikap diam mereka, atau haruskah kami semua mati di sini tanpa bisa berteriak dan menangis atas situasi kami?" ungkapnya.
Seorang anak laki-laki yang mengungsi dari distrik-distrik di sebelah timur Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, terlihat di sebuah kamp sementara di sebelah barat Kota Khan Younis pada 26 Juli 2024. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)
Pada 22 hingga 25 Juli, sekitar 182.000 orang mengungsi dari wilayah tengah dan timur Khan Younis ke daerah Al Mawasi, yang ditetapkan sebagai "zona kemanusiaan" oleh otoritas Israel. Sekitar 12.600 orang mengungsi dari kamp pengungsi Bureij ke kamp pengungsi Maghazi dan Nuseirat di Deir al Balah, Gaza tengah, menurut statistik PBB.
Sebelumnya pada bulan ini, Abu Khaled al-Hussary (72) memilih untuk tetap tinggal di Gaza City meski ada perintah evakuasi. Dia meninggal dunia di rumahnya.
"Ayah saya tidak ingin meninggal di daerah-daerah sebelah selatan Gaza. Dia yakin tidak ada tempat yang aman di Gaza," tutur Khaled al-Hussary, putra pria lanjut usia tersebut, kepada Xinhua.
"Setiap hari, kami kehilangan orang-orang terkasih, rumah, harapan, dan hak untuk hidup sampai perang ini berakhir," imbuhnya.