Namun, utang yang menumpuk di era Jokowi tidak hanya dipicu pandemi tetapi karena belanja pemerintah yang juga agresif. Di antaranya adalah untuk membangun infrastruktur hingga subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sebagai catatan, pemerintah menghabiskan anggaran sebesar Rp 551 triliun hanya untuk subsidi energi dan kompensasinya pada 2022.
Ongkos Utang Melejit, Pendapatan Negara Sulit
Jika dilihat rasionya saja, utang pemerintah masih aman karena masih di dalam batas yang diperbolehkan dalam Undang-Undang yakni di bawah 60% dari PDB.
Namun, secara nilai utang pemerintah jelas memicu kekhawatiran. Pasalnya, ongkos bunga utang sangat tinggi sementara pertumbuhan pendapatan negara tidak bisa mengimbangi penambahan utang.
Merujuk data Kementerian Keuangan dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pembayaran bunga utang di era Jokowi sudah naik 289%.
Proporsi pembayaran bunga utang terhadap total belanja negara juga melesat dari 6,85% pada 2013 kini melonjak ke 14,09%. Artinya, hampir sepertujuh anggaran pemerintah dipakai hanya untuk membayar utang.
Pertumbuhan bunga utang pada 2014-2023 atau selama Jokowi memimpin rata-rata mencapai 14,62%. Sebagai perbandingan, rata-rata pertumbuhan pendapatan pemerintah hanya 7,6% dalam pada 2014-2023.
Beban pembayaran utang pemerintah semakin berat jika ditambah dengan cicilannya.