"Ada seharusnya kemarahan moral global karena keputusan yang dibuat oleh orang-orang berkuasa di negara lain. Keputusan ini telah menyebabkan kematian anak-anak hanya dalam hitungan minggu," kata Christopher Nyamandi, Direktur Save the Children di Sudan Selatan.
Para pakar memperingatkan, pemotongan dana bantuan dapat berdampak sangat serius, termasuk pembatalan lebih dari 90 persen kontrak USAID. Hal ini berpotensi menyebabkan jutaan kematian akibat malnutrisi, AIDS, malaria, dan tuberkulosis di masa mendatang.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan tidak memiliki informasi mengenai kematian tersebut. Namun, mereka menegaskan, sebagian besar proyek bantuan kemanusiaan masih beroperasi.
Mereka juga menuduh para pemimpin Sudan Selatan telah menyalahgunakan bantuan asing. Karena kekhawatiran terhadap korupsi, sebagian besar bantuan kemanusiaan kini disalurkan melalui organisasi non-pemerintah.
Kontribusi dari para donor internasional lainnya juga dinilai menurun, semakin memperlemah kapasitas tanggap kemanusiaan Sudan Selatan. Anggaran Save the Children di negara tersebut diperkirakan turun dari USD50 juta (Rp838,8 miliar) menjadi hanya USD30 juta (Rp503,3 miliar) tahun ini.
Wabah kolera yang diumumkan pada Oktober lalu terus menyebar, dengan sekitar 40 ribu kasus dan 700 kematian tercatat sejak September hingga Maret. UNICEF menyatakan, hampir setengah dari korban adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun.