Lebih lanjut, Mensos menjelaskan cara kerja GRUWI yang dikenakan pada pergelangan tangan penggunanya. Ketika mereka merasa panik terhadap suatu hal, mereka dapat menekan tombol pada GRUWI sehingga ia mengeluarkan suara sebagai isyarat permintaan akan pertolongan pada orang-orang di sekitarnya.
Selain itu, alat bantu ini juga dapat menangkap sensor lain, yaitu sensor gerak. Sensor ini menimbulkan getaran yang bisa dirasakan penggunanya ketika terjadi hal-hal yang membahayakan mereka.
“Misalnya, ada kendaraan melintas, dia gak liat atau gak dengar peringatan dari orang-orang di sekitarnya, maka alat yang menempel di pergelangan tangannya ini akan berfungsi sebagai sensor gerak yang memberikan getaran sebagai isyarat untuk segera menghindar,” kata Risma.
Hak Paten
GRUWI bukan terobosan pertama yang diinisiasi Mensos. Sebelumnya, terdapat tongkat adaptif yang diciptakan guna membantu aksesibilitas para penyandang disabilitas netra.
“(Gelang) ini bukan (alat bantu) pertama (yang kami ciptakan). Kami pernah membuat tongkat adaptif untuk tunanetra. Jadi, gelang ini produksi Kemensos. Idenya dari saya dan diterjemahkan oleh teman-teman,” ucapnya.
Lantaran pengerjaan keduanya dilakukan langsung oleh Kemensos, bahkan melibatkan disabilitas itu sendiri, Risma menyebut perlunya inovasi tersebut dipatenkan sebagai hak cipta Kemensos sebelum diperbanyak produksinya.