Berharap kesadaran, naluri dan produktifnya kreativitas politik kaum muda sebagai jembatan sandarannya bangsa mendatang. Tak ayal berharap pula semoga nestapa politik membadut tidak berpeluang ulang petaka, wabah menulari penyakit ogah politik dan menjadi kutukan bagi sebuah eksistensi kaum muda.
Reformasi sudah terlanjur kita andalkan sebagai trigger pembenahan peradaban. Maka paradigma pemuda juga harus mengarahkan maju energi rasionalitasnya. Menciptakan kualitas, dan performance politik dari penyalahgunaan dan monopoli.
Saatnya aku menikmati cerahnya petikan gitar klasik dari album membadut, tiba-tiba dihampiri letupan awan tertutup mendung. Hal ihwal awal memprovokasi hati untuk menggulung helai bunga (sambung nyanyi dengan cuaca politik).
Senyumanmu bagaikan candu…
…Tetapi anganmu melayang-layang, bercerita tentang bahagia.
…Memakai topeng untuk… …Disini aku hanyalah badutmu.
Wa-o,su-tu, tu-tu.
Begitu potongan lirik dari tiga lagu sekaligus, ‘Sang Badut’ ‘Halu’, dan Badut’. Enak didengar berulang-ulang. Nggak ngebosenin.