“Dalam beragama kita membangun cara pandang dan menegaskan berkali-kali bahwa perempuan itu manusia seutuhnya yang berakal budi, bukan objek. Itu yang dipakai untuk membangun sistem pemahaman atau pengetahuan keislaman yang baru. Untuk lebih menguatkan pencegahan KDRT, saya yakin tokoh agama atau kelompok agama siap untuk bekerjasama dan dilibatkan dengan Pemda maupun stakeholder lainnya,” jelas Nur Rofiah.
Di sisi lain Is Werdiningsih, tokoh agama dari penghayat kepercayaan menuturkan pihaknya juga memiliki komitmen dalam pencegahan KDRT. Melalui Lembaga Perempuan Penghayat, penguatan internal keluarga terus dilakukan sebagai upaya pencegahan KDRT. Penguatan dan penanaman pengetahuan cara tentang perempuan mengelola keluarga, mendidik anak-anaknya rutin disampaikan tiap pertemuan atau sarasehan.
“Memang tidak mudah agar perempuan atau korban KDRT untuk berbicara. Korban itu mencari orang yang nyaman untuk diajak bicara. Kami menciptakan ruang-ruang konseling pada saat pertemuan. Kami dialog untuk mencari solusi, apakah rumah tangga lanjut atau pisah. Yang paling penting adalah penguatan pada perempuan pasca perpisahan, karena biasanya perempuan tidak bekerja. Konsekuensi itu ada, kami selalu dampingi,” jelas Is Werdiningsih.