Menteri Arifin sendiri menyadari bahwa saat ini pemerintah memegang 51% saham di Freeport Indonesia. Dengan begitu, apabila kegiatan ekspor dilarang maka akan ada potensial loss pendapatan yang berbentuk pajak oleh pemerintah.
Adapun potensi kehilangan pendapatan tersebut dengan asumsi harga tembaga sebesar US$ 4,5 per pon. "Cukup besar ya (potential loss), hitung saja kalau harganya US$ 4,5 per pon tembaga, itu revenue-nya setahun bisa US$ 8 miliar," ungkapnya.
Untuk itu, menurutnya, pemerintah masih membahas terkait dampak untung rugi dari kebijakan ini, termasuk dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Nah ini kita akan bahas lebih lanjut," ucapnya saat ditanya apakah kemungkinan akan ada relaksasi ekspor konsentrat tembaga untuk Freeport.
Sebelumnya, dukungan kepada Freeport juga sudah diungkapkan DPR RI.
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menegaskan bahwa pihaknya akan membantu mencari solusi dari belum rampungnya smelter tembaga milik Freeport, namun juga ada kemungkinan relaksasi izin ekspor tembaga setelah Juni 2023 mendatang.
"Ya mau tidak mau, mungkin akan ada relaksasi lah perihal larangan ekspor (konsentrat tembaga Freeport)," ujar Sugeng saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Selasa (28/3/2023).