"Keputusan untuk tidak mengadakan pemilu dibingkai sebagai demonstrasi sifat non-demokratis Ukraina dan kurangnya legitimasi Zelenskyy," kata Alyukov kepada Al Jazeera.
Alyukov mengatakan beberapa berita di media pemerintah mengklaim bahwa jika pemilu diadakan, Zelenskyy akan kehilangan legitimasi karena lawannya akan meminta pertanggungjawabannya, yang menunjukkan bahwa ia sangat korup dan tidak mampu mengelola negara secara efisien.
Namun, Rusia mempunyai insentif yang kuat untuk mempertanyakan kredibilitas demokrasi Ukraina. Narasi semacam itu dapat membantu mengisolasi Ukraina dari sekutu-sekutu Baratnya.
Ukraina sudah melakukan reformasi untuk mendorong transparansi dan supremasi hukum, agar memenuhi syarat untuk mendapatkan status kandidat di Uni Eropa.
Alasan lain soal keberlanjutan Pemilu mungkin adalah tekanan dari anggota parlemen konservatif di Amerika Serikat. Senator AS dari Carolina Selatan Lindsey Graham, khususnya, secara terbuka mendorong diadakannya pemilu setelah bertemu dengan Zelenskyy di Kyiv pada Agustus lalu.
"Saya tidak bisa memikirkan simbol yang lebih baik bagi Ukraina selain menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil selama perang," kata Graham dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan tersebut. "Pemilu tidak hanya dilihat sebagai tindakan pembangkangan terhadap invasi Rusia, namun juga merupakan bentuk demokrasi dan kebebasan." dilansir cnbcindonesia.com