Gangguan pada mata itu, kata Fahmi membuatnya sempat putus asa. Segala cita-citanya masa kecil seolah sirna. Namun, Tuhan Maha Adil, ia pun dipertemukan dengan seorang tunanetra yang bertandang ke kampung halamannya. Saat bertemu ia pun mendapat pencerahan, seolah ia terlahir kembali didunia ini dengan berjuta harapan.
"Saya dikasih tahu sama orang, dia juga tunanetra, katanya orang tunanetra itu bisa jadi guru dan dosen, disitulah saya mulai semangat lagi," ungkapnya.
Kala itu, ia melanjutkan sekolah di MTs Negeri di Pariaman dimana menggunakan sistem belajar sekolah umum, dan belum mengedepankan sistem sekolah inklusi seperti yang telah diterapkan beberapa sekolah di Indonesia seperti sekarang ini. Disekolah itu, ia kembali ditantang dengan adanya perbedaan sistem mengajar. Ia juga pernah diragukan oleh pihak sekolah karena kekurangannya tersebut.
"Di MTsN, saya diberikan kesempatan, jika nilainya jelek, maka saya tidak bisa sekolah disitu, berkat perjuangan, belajar menggunakan tape recorder, akhirnya saya juara 1, sampai saya masuk ke Sekolah MAN, lulus pun masuk 10 besar," tuturnya.
Setelah selesai sekolah, Fahmi kembali melanjutkan pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung. Di bangku kuliah, ia juga bergabung dengan mahasiswa umum. Saat itu, ia mengambil jurusan Pendidikan Luar Biasa, spesialis Ketunanetraan. Ia pun memperdalam ilmu tentang ketunanetraan.